Kamis, 29 September 2016

cerpen Banun beserta sinopsis



CERPEN BANUN KARYA DAMHURI MUHAMMAD

Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan turun-temurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani, tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak, akibat bendi yang dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan, lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten. Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi. Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini.
***
Di sepanjang usianya, Banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah berhenti berjatuhan.
”Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu ketika. Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada kunjung reda.
”Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,” gerutu Nami, anak kedua Banun.
”Tak usah hiraukan gunjingan orang! Kalau benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak bakal mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak Banun.
”Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.”
Sejak itulah Banun menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada Rimah, anak bungsunya itu. Ia menjelaskan kata ”tani” sebagai penyempitan dari ”tahani”, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti: ”menahan diri”. Menahan diri untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan cara bercocok tanam. Sebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas, jahe. Di sepanjang riwayatnya dalam menyelenggarakan hidup, orang tani hanya akan membeli garam. Minyak goreng sekalipun, sedapat-dapatnya dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri. Semakin banyak yang dapat ”ditahani” Banun, semakin kokoh ia berdiri sebagai orang tani.
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi di sawah milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangan dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya. Bila semua kebutuhan memasak harus dibeli Banun dengan penghasilannya sebagai petani padi, tentu akan jauh dari memadai. Bagi Banun, segala sesuatu yang dapat tumbuh di atas tanahnya, lagi pula apa yang tak bisa tumbuh di tanah kampung itu akan ditanamnya, agar ia selalu terhindar dari keharusan membeli. Dengan begitu, penghasilan dari panen padi, kelak bakal terkumpul, guna membeli lahan sawah yang lebih luas lagi. Dan, setelah bertahun-tahun menjadi orang tani, tengoklah keluarga Banun kini. Hampir separuh dari lahan sawah yang terbentang di wilayah kampung tempat ia lahir dan dibesarkan, telah jatuh ke tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan tanah, yang seolah tidak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan biaya sekolah anak-anak. Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka ke luar negeri, untuk menjadi TKW, lalu menggadai, bahkan menjual lahan sawah. Empat orang anak Banun telah disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama menjadi orang tani.
***
Sesungguhnya Banun tidak lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun Kikir hingga nama buruk itu melekat sampai umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu tidak lain adalah Palar, laki-laki ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena tak terbiasa berkubang lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan lelaku orang tani. Untuk sekebat sayur Kangkung pun, Zubaidah (istri Palar), harus berbelanja ke pasar. Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan sebatang pohon Singkong pun menjadi tumbuhan langka. Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? Begitu kira-kira prinsip hidup Palar. Baginya, bercocok tanam aneka tumbuhan untuk kebutuhan makan sehari-hari, hanya akan membuat pekerjaan di sawah jadi terbengkalai. Lagi pula, bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih? Namun, tauke-tauke yang selalu bermurah-hati itu, bahkan sebelum sawah digarap, akan mematok harga jual padi seenak perutnya, dan para petani tidak berkutik dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang diwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke musim hasil panennya merosot. Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah guna membiayai kuliah Rustam, anak laki-laki satu-satunya, yang kelak bakal menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam belitan hutang yang entah kapan bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak meminang Rimah untuk Rustam.
”Karena kita sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?” bujuk Palar masa itu.
”Pinanganmu terlambat. Rimah sudah punya calon suami,” balas Banun dengan sorot mata sinis.
”Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian di kampung ini, dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan rumah Banun.
”Maafkan saya, Palar.”
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang lebih menyakitkan, ini bukan penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami Banun meninggal, Palar menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang itu. Tapi, Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu sebabnya Palar menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan sebagai perempuan paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun menanggung malu, bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
***
Meski kini sudah zaman gas elpiji, Banun masih mengasapi dapur dengan daun kelapa kering dan kayu bakar, hingga ia masih menyandang julukan si Banun Kikir. ”Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran Rimah yang hendak membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan bersama suaminya yang bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula dengan Nami dan dua anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di rumah masing-masing. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secara bergiliran.
”Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah suatu hari.
”Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”
”Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”
”Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.
”Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun Kikir!”
Sesaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya anak bertitel insinyur pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil panen dengan mengajarkan teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan memberi contoh cara bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau memang benar Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahan sawah, meski untuk mencetak insinyur pertanian yang dibanggakannya itu. Apalah guna insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku orang tani? Banun menolak pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.

 Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.

1. Sinopsis Cerpen 'Banun' karya Damhuri Muhammad

Menceritakan  tentang seorang perempuan ringkih dengan usia sudah berkepala tujuh bernama Banun, ia  terkenal sebagai wanita yang kikir di desanya, maka ia dijukuki Banun Kikir. Di sepanjang usianya ia tidak pernah membeli bahan-bahan untuk kebutuhan sehari-hari jika bisa ia tanam sendiri, misalnya sayur mayur maupun buah buahan. Dengan sifat kikirnya orang-orang menjuluki kikir padanya, nyatanya sekarang ia menjadi petani sukses sekaligus menjadi juragan tanah. Ia bisa membantu orang-orang di desa yang kehabisan uang, juga Keempat anak Banun sudah disarjanakan dengan kucuran peluhnya. Suatu hari seorang laki-laki bernama Palar dengan sifat berbanding terbalik sengan dirinya, sekaligus menjadi orang pertama yang dulu mengatainya kikir, ia ingin menikahkan anaknya yang bernama Rustam seorang calon insinyur Pertanian dengan anak Banun yang bernama Rimah. Namun Banun menolak lamaran Palar dengan alasan bahwa Rimah telah mempunyai calon suami. Bukan karena Palar sekarang terbelit hutang, tidak pula karena ia sudah menjadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan jalan hidup orang tani atau petani.


2. Unsur - Unsur yang terkandung pada cerpen diatas
Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen:
1. Nilai ketuhanan: berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan.
2. Nilai agama: menyangkut aturan-aturan yang terkait dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan.
3. Nilai moral: mengatur hubungan yang menyangkut masalah baik buruk, sopan santun, dan etika antar manusia.
4. Nilai Budaya: menyangkut masalah adat istiadat, kebiasaan, dan bahasa dalam kehidupan sosialnya.
5. Nilai sosial: menyangkut hubungan antarmanusia dalam kehidupan sosialnya.
6. Nilai pendidikan: hubungan dengan ajaran yang dapat diambil dari sebuah karya.
7. Nilai psikologis: menyangkut masalah eksistensi, ketakutan, dendam, dan nilai-nilai lain yang dialami jiwa manusia.
8. Nilai estetika: berkaitan dengan keindahan kebahasaan dalam sastra.


3. Analisis

1. Nilai ketuhanan:
-Paragraf 1: sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar.
-Paragraf 8: sebagai anak yang lahir dari rahik orang tani.
-Paragraf 9: sejak itulah Banun menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya.
-Paragraf 9: Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri.

2. Nilai Agama:
-Paragraf 2: tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-Banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini.
-Paragraf 9: "tahani" yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti menahan diri.
-Paragraf 10: seolah tidak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan.
-Paragraf 16: Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun kikir.

3. Nilai Moral:
-Paragraf 1: "Kikir" dibelakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat menjadi Banun Kikir.
-Paragraf 11: Banun tidak lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun kikir.
-Paragraf 11: Perangai lintah darat merajalela.
-Paragraf 14: Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar.

4. Nilai Budaya:
-Paragraf 2: kemampuan turun temurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah tulang orang-orang tani
-Paragraf 9: Di sepanjang riwayatnya dalam penyenlenggaraan hidup, orang tani hanya akan membeli garam.

-Paragraf 11: Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? begitu kira-kira prinsip hidup Palar.
-Paragraf 15: "Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji"

5. Nilai sosial:
-Paragraf 2: Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bedan desa.
--Paragraf 2: Para pemburu melepas anjing, disana pasti tegak lapak lemang tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun.
-Paragraf 10: Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka, untuk menjadi TKW
-Paragraf 12: "bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?"

6. Nilai pendidikan:
-Paragraf 5: "Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?"
-Paragraf 7: "Tak usah hiraukan gunjingan orang!"
-Paragraf 11: Namun, Tauke-tauke yang selalu bermurah hati itu-
-Paragraf 17: perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang lain.

7. Nilai Psikologis:


garam.
-Paragraf 11: Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? begitu kira-kira prinsip hidup Palar.
-Paragraf 15: "Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji"

5. Nilai sosial:
-Paragraf 2: Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bedan desa.
--Paragraf 2: Para pemburu melepas anjing, disana pasti tegak lapak lemang tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun.
-Paragraf 10: Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka, untuk menjadi TKW
-Paragraf 12: "bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?"

6. Nilai pendidikan:
-Paragraf 5: "Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?"
-Paragraf 7: "Tak usah hiraukan gunjingan orang!"
-Paragraf 11: Namun, Tauke-tauke yang selalu bermurah hati itu-
-Paragraf 17: perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang lain.


7. Nilai Psikologis:
-Paragraf 14: Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan
Palar. Lelaki itu merasa terhina.
-Paragraf 14: Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru.
-Paragraf 14: Palar hendak membuat Banun menanggung malu bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
-Paragraf 16: "Mungkin Rustam bukan jodohmu" sela Banun.

8. Nilai Estetika:
-Paragraf 1: perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkunh serupa sabut kelapa
-Paragraf 2: Dangau usangnya di datangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lehernya terkilir.
-Paragraf 4: Di sepanhang usianya, Banun kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya.
-Paragraf 4: Selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipukulnya dari kebun.


4. Kesimpulan
Menurut saya Cerpen berjudul 'Banun' Karya Damhuri Muhammad ini sangat penuh makna dan pesan-pesan yang terkandung dalam kehidupan, sebagaimana dijelaskan jika berhemat adalah cara yang tepat agar kita menjadi orang sukses namun jangan pernah lupa untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Mencertitakan kisah tokoh 'Banun' yang merupakan seorang wanita tangguh dan bertekad kuat. Cerpen ini mengandung lengkap nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen serta dijelaskan dengan bahasa baku yang estetis sekaligus mudah dipahami oleh para pembaca.

Kamis, 04 Agustus 2016

Sejarah kitab injil



SEJARAH KITAB INJIL


Sejarah Kitab Injil




Injil adalah kitab yang berisi firman-firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Isa as. (Yesus Kristus), putra dari Maryam. Firman Allah SWT. "Dan Kami teruskan jejak mereka dengan mengutus Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebenarnya, yaitu Taurot. Dan Kami menurunkan Injil kepadanya, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurot, dan sebagai petunjuk serta pengejaran bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. 5/ Al-Maidah: 46)

Kata Injil semula berasal dari bahasa Yunani euangelion yang berarti kabar gembira. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi Injil. Makna dari kabar gembira yang dimaksud adalah karena Nabi Isa as. menggembirakan para umatnya dengan berita akan kedatangan Muhammad saw sebagai utusan Allah SWT yang terakhir untuk seluruh alam. Nabi Isa as. mengajarkan Injil kepada para pengikutnya hanya selama tiga tahun. Tepatnya sejak usia 30 sampai usia 33 tahun. Lalu is diangkat/diselamatkan oleh Allah SWT dari pengejaran kaum Yahudi yang ingin menyalibnya.

Isi yang terkandung dalam Injil ini berbeda dengan kitab-kitab terdahulu. Kitab Taurot mengajarkan tentang Tauhid (ke-Esa-an Allah SWT), dan Kitab Zabur mengajarkan puji-pujian (zikir dan doa) kepada Allah SWT, sedangkan Injil mengajarkan tentang pembersihanjiwa-raga dari kekotoran (nafsu duniawi). Dengan kata lain, Injil mengajak manusia untuk hidup zuhud, yakni pola hidup yang tidak mengutamakan hal-hal yang bersifat duniawi.
Pada mulanya beredar puluhan Injil, namun dalam Synodes (muktamar gereja-gereja) di Nicaea, yaitu suatu tempat di Asia Kecil, dekat Konstantinopel pada tahun 325 M yang diadakan oleh Kaisar Constantinus, diputuskan hanya empat injil yang sah.

1. Injil Matius karya Santo Matius yang disebut juga Lewi anak Alpius, seorang Yahudi yang mula-mula bekerja sebagai pegawai pemungut pajak.

2. Injil Markus karya Markus bin Maryam. Sesungguhnya Markus adalah nama gelar, sedangkan namanya sendiri adalah Yohana atau Yahya. Semula ia seorang beragama Yahudi, kemudian masuk Kristen di tangan Petrus. Riwayat lain mengatakan bahwa penulis Injil Markus adalah guru markus, ialah Petrus.

3. Injil Lukas dikarang oleh Lukas, seorang tabib kelahiran Antiokia, Yunani. Sumber lain mengatakan, bahwa ia seorang tukang gambar. Ia murid Paulus, dan keduanya tidak pernah bertemu dengan Yesus. Dengan demikian baik Yahya maupun Paulus bukanlah murid Yesus.

4. Injil Yahya. Menurut Encyclopedia Britanica, Injil Yahya ditulis pada tahun 100 M dan Kitab wahyunya tahun 96 M oleh seorang ketua Gereja bernama Yahya atau John the Presbyter yang tinggal di Episus. Jelaslah bahwa Injil Yahya bukan karya Yahya bin Zabid — Murid Yesus, sebab ia terbunuh pada tahun 70 M.

Jadilah Injil Yahya adalah satu-satunya Injil, di antara keempat Injil, yang diakui sah oleh kalangan gereja, yang secara tegas mengajarkan ketuhanan Yesus.

Injil-injil selain yang keempat itu dinyatakan sebagai injil Apocrypha (injil-injil yang tidak sah, yang dilarang terbit dan harus dimusnahkan). Injil-injil yang dinyatakan tidak sah tersebut, antara lain:
1. Injil Andreas
2. Injil Apeles
3. Injil Barnabas
4. Injil Duabelas
5. Injil Ebionea
6. Injil Ibrani
7. Injil Marcion
8. Injil Maria
9. Injil Mathias
10. Injil Nicodemus
11. Injil Orang-orang Mesir
12. Injil Philip
13. Injil Thomas
14. Injil Yakobus
15. Injil Yudas Iskariot
Isi Injil Barnabas banyak persamaannya dengan yang diberitakan dalam Al-Qur'an. Sebab dalam kitab tersebut, antara lain, diterangkan juga:

1) Yesus tidak disalib, yang disalib sebenarnya Yudas Iskariot yang telah diserupakan oleh   Tuhan, baik rupa maupun suaranya, dengan rupa dan suara Yesus. Sedang Yesus sendiri loncat bersama malaikat dan terus diangkat ke hadirat Allah SWT (Pasal 215, 216, dan 217).
2. Yesus bukan anak Allah, bukan pula Tuhan, tetapi seorang rosul (utusan) Allah

3. Bahwa putra Nabi Ibrohim as. yang akan disembelih karena perintah Allah SWT adalah Ismail, bukan Ishaq seperti yang tersebut dalam Perjanjian lama yang ada sekarang ini.

4. Mesias (yang dimaksudkan di sini "pembebas dunia" atau "juru selamat" ) atau Almasih yang dinanti-nantikan itu bukan Yesus akan tetapi Muhammad — nabi dan rosul Allah yang terakhir.

 Dalam berdakwah Isa almasih dibantu oleh dua belas orang muridnya yang dalam Islam dikenal dengan sebutan Hawariyym (murid-murid Nabi Isa yang sangat setia). Mereka ialah: Andreas, Simon Petrus, Barnabas, Matius, Yahya bin Zabdi, Ya’kub bin Zabdi, Thadeus ,Yahuda ,Bartholomeus,  Pilipus, Ya’kub bin Alpius,  Yahuda Iskariot